Pulau Panjang Jepara
Jadi Kawasan Konservasi
Pulau
Panjang adalah salah satu pulau yang terdapat di Jepara, Jawa
Tengah. Memiliki luas sekitar 19 hektar dan berjarak 1,5 mil laut dari Pantai
Kartini, Jepara.
Pulau
ini memiliki pasir putih dengan dikelilingi laut dangkal berair jernih serta
memiliki terumbu karang. Bagian tengah pulau ini terdapat hutan tropis dengan
pohon yang tinggi menjulang serta diselingi perdu dan semak sebagai tempat
burung laut berkembang biak. Flora di pulau ini dominasi oleh pohon Kapuk
randu, Asam jawa, Dadap, serta Pinus.
Kawasan
konservasi merupakan kawasan yang sangat penting bagi perlindungan dan
pengawetan sumber daya alam dan budaya secara global. Kawasan konservasi
tidak hanya memberikan nilai bagi perlindungan habitat alam beserta flora dan
fauna yang ada didalamnya tetapi juga memelihara stabilitas/keseimbangan
lingkungan wilayah disekitarnya. Kawasan konservasi menyediakan peluang
bagi wilayah setempat dalam hal pembangunan, pemanfaatan lahan marginal secara
rasional, peningkatan pendapatan masyarakat dan penciptaan lapangan
pekerjaan. Selain itu mendukung penelitian dan pemantauan, pendidikan
konservasi, rekreasi dan pariwisata.
Keaneragaman
hayati, lamun, dan ekosistem terumbu karang yang kondisinya paling baik
di wilayah pantura Jawa Tengah adalah pulau panjang. Keberadaan beragam
potensi alam kawasan pesisir tersebut, Pemkab Jepara akan menjadikan
pulau ini sebagai kawasan konservasi.
Pulau
ini memiliki potensi keaneragaman hayati, ekosistem terumbu karang, lamun,
hewan yang berasosiasi dengan karang. Selama ini, terumbu karang di P. Panjang
masih dalam kondisi baik hanya tinggal tujuh persen. Sisanya, 57 persen
kondisinya sedang dan 29 persen kondisinya buruk dan 5 persen buruk sekali. Hasil
survei lainnya menyebutkan terjadi penurunan pada keanekaragaman dan kelimpahan
ikan karang. Pada tahun 2001 ditempat itu ditemukan 360 ekor per transek,
sedangkan hasil sensus tahun ini hanya tinggal 61 ekor per transek. Kondisi
lamun di Pulau Panjang terbilang masih cukup baik di banding di tempat lain di
pantura. Ini dibuktikan dengan kerapatan total lamun masih 388 individu per
meter persegi dengan prosentasi penutupan total 85 persen. Faktor penurunan
akibat gangguan alam dan gangguan dari aktivitas kegiatan manusia. Selain itu Pulau
Panjang berpotensi sebagai penginapan yang mengusung go green, yaitu dengan
membangun pennginapan tapi tidak merusak ekosistem pohon-pohon. Sayangnya
Pemerintah Kabupaten Jepara belum memanfaatkan tersebut. Padahal di Pulau
Panjang juga terdapat Makam Syekh Abu Bakar, sehingga jika ada resort
atau vila atau penginapan disini maka para peziarah bisa ke Pulau Panjang di
waktu apapun baik siang maupun malam hari karena ada fasilitas yang memadai
untuk istirahat. Oleh karena itu Penyelamatan Pulau Panjang sangat diperlukan
karena sebagai penghasil plasma nuftah kelautan bagi perairan Jawa Tengah.
Karena itu, Pulau Panjang dapat dikelola dengan model ekowisata bahari berbasis
masyarakat.
Pulau
ini merupakan tempat wisata laut yang kini digemari masyarakat. Terutama saat
upacara tradisional Pesta Lomban, yakni satu pekan setelah Hari Raya Idul
Fitri. Puluhan kapal pesiar disiapkan untuk melayani para wisatawan untuk
berkunjung ke Pulau Panjang. Lokasi Pulau Panjang, tampak mengalami kerusakan
yang sangat serius. Menurut peta tahun 1858, Pulau Panjang pernah memiliki luas
sekitar 70 hektare. Kerusakan pulau ini, akibat maraknya pencurian trumbu
karang, penebangan hutan mangrove dan sedimentasi dari gelontoran lumpur dari
hulu melalui muara sungai. Akibatnya, pulau ini sekarang tinggal sekitar 30
hektare. Di sekitar pulau itu, larva terumbu karang tidak dapat berkembang.
Usaha
yang dilakukan dalam pewujudan dari upaya untuk menjadikan pulau ini sebagai
kawasan konservasi yaitu dari pihak Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Jepara melakukan
penghijaukan Pulau Panjang dengan lima ribu batang tanaman mangrove jenis api- api.
Kemudian pada 2012, kembali dihijaukan dengan empat ribu pohon mangrove yang
bertujuan untuk mengurangi abrasi. Namun, adanya
tekstur tanah di perairan itu yang lunak, maka mangrove yang ditanam sering
mati. Selain menanam mangrove, Badan Lingkungan Hidup juga menanam 270 batang
berbagai tanaman buah, seperti pohon kresen, ketapang dan waru, karena di pulau
itu sebelumnya dilepas ratusan burung berbagai jenis.
Kemudian
Pemerintah Jepara membangun pemecah gelombang sepanjang 670 meter dari beton, pemecah
gelombang ini bertujuan untuk mengurangi abrasi. Jarak terdekat beton pemecah gelombang dibangun dari bibir
pantai sekitar 10 meter dan terjauh 50 meter. Pembangunannya dimulai dari
barat daya pulau, dekat menara mercu suar. Hasil dari bangunan pemecah
gelombang sudah tampak nyata. "Sudah terjadi sedimen pasir putih di
bangunan pemecah gelombang sepanjang 539 meter. Sedimen ini berhasil mewmbentuk
daratan baru dan mulai mengembalikan beberapa daratan yang hilang, di antaranya
jalan di depan makam Syeh Abu Bakar yang hampir terputus, sekarang tersambung
lagi. Bangunan pemecah gelombang itu memang belum ideal. Idealnya pemecah
gelombang itu mengelilingi Pulau Panjang.
Selama
ini Pulau Panjang dijadikan sebagai tempat wisata karena lokasinya sangat
strategis dan dekat dengan Pantai Kartini. Apalagi, setelah Pantai Kartini
dilengkapi museum kura-kuranya, sebuah pesawat terbang, kolam kecek,dan taman
bermain anak serta gazebo. Sejak 10 tahun terakhir ini, Jepara kehilangan
pantai seluas 61 hektare, akibat abrasi. Daerahnya tersebar di beberapa
kecamatan, seperti Kecamatan Kedung terkena abrasi 9,7 hektare, Kecamatan
Jepara 7,3 hektare, Kecamatan Mlonggo 5,5 hektare, Kecamatan Keling 37,8
hektare dan Kembang 0,5 hektare.
Oleh
karena itu dilakukannya konservasi pada pulau Panjang ini diharapkan selain
untuk menjaga dan melindungin kekayaan ekosistem yang ada pada pulau juga bisa
dijadikan sebagai tujuan penelitian mahasiswa selain memiliki fungsi sebagai
tempat wisata yang nantinya akan berimbas pada pendapatan daerah dan
kesejahteraan masyarakatnya.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar