Angkor Wat, Kamboja
Angkor Wat adalah sebuah
kuil atau
candi yang terletak di kota
Angkor,
Kamboja. Kuil
ini dibangun oleh Raja
Suryawarman II pada
pertengahan
abad ke-12. Pembangunan
kuil Angkor Wat memakan waktu selama
30 tahun. Angkor Wat terletak di kompleks candi Angkor yang terkenal di
propinsi Siem Reap. akses menuju Siem Riep cukup mudah, yaitu 4 jam melalui
jalan darat atau sekitar 45 menit dengan pesawat terbang dari Phnom Penh.
Angkor Wat sendiri sebenarnya hanya merupakan salah satu candi di kawasan Angkor.
Masih ada sejumlah candi lain yang hingga saat ini masih dalam tahap restorasi
seperti Angkor Thom (candi Bayon), Phnom Bakheng, Candi Baphuon, Terrace of
Elephant, Candi Banteay Srei yang didedikasikan kepada dewa Siwa, Candi Phnom
Krom, Candi Phnom Kulen, dll. tetapi
Angkor Wat merupakan kuil yang paling terkenal di dataran Angkor. Raja
Suryawarman II memerintahkan pembangunan Angkor Wat menurut kepercayaan
Hindu yang meletakkan gunung Meru sebagai
pusat
dunia dan
merupakan tempat tinggal dewa-dewi
Hindu, dengan itu menara tengah Angkor Wat
adalah menara tertinggi dan merupakan menara utama dalam kompleks bangunan
Angkor Wat. Sebagaimana mitologi gunung
Meru, kawasan kuil Angkor Wat dikelilingi
oleh dinding dan terusan yang mewakili lautan dan gunung yang
mengelilingi
dunia. Jalan masuk utama ke Angkor Wat yang sepanjang setengah kilometer
dihiasi pagar susur pegangan tangan dan diapit oleh danau buatan manusia yang
disebut sebagai
Baray. Jalan masuk ke kuil Angkor Wat melalui pintu gerbang, mewakili
jambatan pelangi yang menghubungkan antara alam dunia dengan alam dewa-dewa.
Sejarah
Angkor Wat terletak 55 kilometres (34 mi) di utara kota
modern
Siem Reap, dan bergeser ke timur dari bekas ibu kota sebelumnya
yang berpusat di candi
Baphuon. Candi
ini berada di kawasan kelompok percandian terpenting di Kamboja, juga menjadi
candi paling selatan dari kelompok candi di kota Angkor.
Rintisan
rancangan dan pembangunan candi dimulai pada paruh pertama abad ke-12 Masehi,
pada masa pemerintahan raja
Suryawarman II (memerintah
pada 1113 – sekitar 1150). Dipersembahkan untuk memuliakan
Wisnu, candi ini dibangun sebagai candi
agung negara milik raja sekaligus sebagai ibu kota. Karena prasasti yang
menyebutkan pembangunannya belum ditemukan, maka nama asli candi ini tidak
diketahui. Ditafsirkan candi ini mungkin aslinya disebut sebagai"Preah
Pisnu-lok" (Bahasa Khmer Kuno, serapan dari bahasa
Sanskerta: "Vara Vishnu-loka") secara harfiah bermakna
"Kawasan Suci Wisnu", berdasarkan dewa utama yang dimuliakan di candi
ini. Proyek pembangunan sepertinya dihentikan segera setelah kematian raja,
menyisakan beberapa relief rendah yang belum rampung. Pada 1177, kira-kira 27
tahun setelah kematian Suryawarman II, Angkor diserang oleh bangsa
Champa, musuh tradisional bangsa Khmer.
Kemudian kerajaan Khmer dipulihkan kembali oleh raja baru
Jayawarman VII,
yang mendirikan ibu kota baru di
Angkor Thom candi
kerajaan baru di
Bayon, yang terletak beberapa kilometer di utara Angkor Wat.
Pada akhir abad ke-13, Angkor Wat perlahan-lahan dialihfungsikan dari
candi Hindu menjadi candi Buddha Theravada,
hal ini berlangsung hingga kini. Angkor Wat agak tidak biasa dibandingkan
candi-candi lainnya di Angkor, meskipun ditelantarkan setelah abad ke-16,
Angkor Wat tidak pernah benar-benar ditinggalkan. Angkor tetap bertahan antara
lain salah satunya karena parit yang mengelilinginya melindungi bangunan candi
dari rongrongan pohon besar hutan rimba.
Salah satu pengunjung Barat perintis yang mengunjungi candi ini antara
lain
António da Madalena, seorang biarawan
Katolik Portugis
yang mengunjunginya pada tahun 1586 yang menyatakan "sebuah bangunan yang
luar biasa yang tak mungkin digambarkan dengan pena, karena tidak ada bangunan
lain di dunia ini yang menyerupainya. Bangunan ini memiliki menara dengan
hiasan yang sangat halus dan indah yang hanya bisa diciptakan oleh manusia
jenius."Pada pertengahan abad ke-19, candi ini dikunjungi oleh ilmuwan dan
penjelajah Perancis,
Henri Mouhot,
yang memperkenalkan situs ini ke dunia Barat melalui catatan perjalanannya, ia
menulis:
"Candi
ini—menyaingi (kemegahan)
Bait Salomo,
dibangun oleh
Michelangelo purba—pantas menduduki tempat terhormat sebagai
salah satu bangunan terindah (di dunia). Bangunan ini lebih besar dari segala
peninggalan
Yunani atau
Romawi, dan menyajikan kontras yang sangat menyedihkan dengan kondisi kini
yang jatuh terpuruk ke dalam kebiadaban."
Mouhot, seperti kebanyakan pengunjung Barat, sulit memercayai bahwa
bangsa Khmer mampu membangun candi semegah ini, secara keliru memperkirakan
waktu pembangunannya sezaman dengan era Romawi Kuno. Sejarah sebenarnya dari
Angkor Wat secara perlahan dirangkaikan kembali melalui mempelajari gaya
arsitektur serta bukti
epigrafi tertulis
pada prasasti, dilanjutkan dengan pembersihan di sekitar situs Angkor.
Penggalian di sekitar situs Angkor Wat tidak menemukan peninggalan permukiman
seperti bekas rumah hunian atau bukti hunian lainnya seperti perabot memasak,
senjata, atau bekas pakaian yang biasa ditemukan di situs purbakala. Hanya
monumen inilah yang ditemukan di kawasan ini.
Angkor Wat menjalani pemugaran yang berarti pada abad ke-20, kebanyakan
di antaranya adalah membersihkan jeratan tumbuhan dan tumpukan tanah yang
menutupi bangunan. Proyek pemugaran terputus akibat perang saudara dan kendali
rezim
Khmer Merah atas Kamboja pada dasawarsa 1970-an dan 1980-an,
akan tetapi kerusakan relatif minim pada periode ini yang kebanyakan adalah
penjarahan dan pencurian serta perusakan pada arca setelah era Angkor.
Candi
ini merupakan simbol yang kuat dan amat penting bagi negara
Kamboja, sebagai
sumber kebanggaan nasional dan menjadi faktor penting bagi hubungan diplomatik
luar negeri antara Kamboja dengan Perancis, Amerika Serikat, dan Thailand.
Penggambaran Angkor Wat dalam
bendera nasional Kamboja telah mulai ditampilkan sejak diperkenalkannya bendera perdana
Kamboja pada 1863. Akan tetapi, dari perspektif sejarah dan antarbudaya,
Angkor Wat tidak pernah menjadi lambang kebanggaan nasional yang
sesungguhnya sui generis namun diterapkan dalam proses politik-budaya
oleh Kolonial Perancis yang menampilkan candi ini dalam pameran Kolonial
Perancis dan pameran universal di Paris dan
Marseille antara
tahun 1889 dan 1937.
Warisan kesenian yang agung dari Angkor Wat dan monumen Khmer lainnya di
kawasan
Angkor telah
mendorong Perancis untuk memasukkan Kamboja sebagai
protektoratPerancis
pada 11 Agustus 1863 dan menyerang kerajaan Siam untuk merebut kendali atas
kawasan reruntuhan candi ini. Hal ini mendorong Kamboja untuk merebut kembali
kawasan di sudut barat laut yang di bawah penjajahan Siam sejak tahun 1351
(Manich Jumsai 2001), atau menurut sumber lain, 1431. Kamboja meraih
kemerdekaan dari Perancis pada 9 November 1953 dan sejak saat itu menguasai
candi Angkor Wat.
Arsitektur
Situs dan Denah
Angkor Wat, yang terletak di
13°24′45″LU 103°52′0″BT, adalah kombinasi unik
bukit candi, desain standar untuk candi negara
kekaisaran dan kemudian denah
galeri konsentris. Candi tersebut
adalah representasi dari
Meru, tempat para dewa: menara
kwinkunkstengah
melambangkan lima puncak bukit, dan dinding dan parit melambangkan barisan
bukit dan samudra. Akses
ke kawasan paling atas candi tersebut semakin lebih eksklusif, namun kaum awam
hanya boleh ke lantai terbawah.
Tidak seperti kebanyakan candi-candi Khmer, Angkor Wat menghadap ke
barat ketimbang timur. Hal ini telah membuat banyak orang (termasuk Glaize
dan
George Cœdès) menyimpulkan bahwa Suryawarman membuatnya untuk
digunakan sebagai candi tempat penguburannya. Bukti lebih lanjut untuk
pandangan ini adalah dengan disediakannya
relief dasar, yang dibuat dalam arah berlawanan jarum jam—
prasawya dalam terminologi Hindu—karena
ini adalah kebalikan dari penataan pada umumnya. Ritual berlangsung dalam
penataan berlawanan saat pemakaman bercorak Brahminik. Arkeolog
Charles Higham juga menjelaskan suatu wadah
yang mungkin telah menjadi tempat penguburan yang dilakukan di menara
pusat. Candi ini telah diyakini oleh beberapa orang sebagai pengeluaran
terbesar untuk pemakaman mayat. Namun, Freeman dan Jacques menyatakan
bahwa beberapa candi Angkor lainnya menghadap ke timur, dan menunjukan bahwa
keselarasan Angkor Wat adalah karena untuk didedikasikan kepada Wisnu, yang
dikaitkan dengan barat.
Sebuah interpretasi lebih lanjut dari Angkor Wat telah diusulkan
oleh
Eleanor Mannikka. Penggambaran pada keselarasan candi
dan dimensi, dan pada isi dan susunan relief dasar, ia berargumen bahwa
struktur tersebut menunjukan sebuah klaim era baru yang damai di bawah
Raja
Suryawarman II: "sebagai pengukuran siklus
waktu matahari dan bulan yang dibangun di ruang suci Angkor Wat, mandat ilahi
ini sampai peraturan yang dibawa ke ruang bakti dan koridor dimaksudkan untuk
melanggengkan kekuasaan raja dan untuk menghormati dan menentramkan para dewa
yang dimanifestasikan berada di atas langit." Penyataan Mannikka ini telah
diterima dengan percampuran kepentingan dan skeptisisme di kalangan akademisi.
[18] Ia menjauhkan diri dari spekulasi lain,
seperti
Graham Hancock, yang menyatakan bahwa Angkor Wat
adalah bagian dari representasi rasi bintang
Draco.
Gaya
Angkor Wat adalah contoh utama gaya klasik
arsitektur Khmer—
gaya Angkor Wat—yang berasal dari nama candi
tersebut. Arsitek Khmer abad ke-12 telah memiliki keahlian dan kepercayaan diri
dalam menggunakan
batu pasir (bukan batu bata atau
laterit)
sebagai material pembangunan utama. Sebagian besar kawasan yang terlihat
menggunakan blok batu pasir, sementara laterit digunakan untuk dinding luar dan
untuk bagian struktural tersembunyi. Bahan perekat yang digunakan untuk
menggabungkan blok batu tersebut belum teridentifikasi, meskipun diperkirakan
mengandung
resin atau
kalsium hidroksida alami.
Angkor Wat telah menuai pujian berkat semua harmoni desain tersebut,
yang dianggap setara dengan arsitektur
Yunani dan
Romawi Kuno.
Menurut
Maurice Glaize, seorang konservator Angkor
pertengahan abad ke-20, candi tersebut "mencapai kesempurnaan klasik oleh
monumentalitas pengendalian elemen, keseimbangan, dan pengaturan yang tepat
dari proporsinya. Ini adalah sebuah karya kekuasaan, persatuan, dan gaya."
Arsitekturnya memiliki elemen unsur-unsur ciri-ciri yang meliputi:
ogival, menara dengan bentuk bergelombang
seperti kuncup
teratai; setengah
galeri yang memperluas lorong-lorong;
galeri aksial yang menghubungkan pagar; dan teras berbentuk palang yang
terdapat di sepanjang bagian utama candi tersebut. Gaya elemen dekorasi
tersebut adalah
dewata (atau bidadari),
relief dasar,
dan
pedimen karangan
bunga yang luas dan gambaran naratif. Patung-patung di Angkor Wat dianggap
konservatif, menjadi lebih statis dan kurang anggun dari karya
sebelumnya. Elemen lainnya dari desain tersebut telah hancur oleh
penjarahan dan faktor usia, termasuk
stuko berlapis emas pada
menara, penyepuhan pada beberapa figur di relief dasar, dan panel langit-langit
dan pintu kayu.
Dekorasi
Dekorasi Angkor Wat yang sebagian besar berupa
relief rendah,
termahsyur keindahannya secara luas karena begitu padu dengan arsitektur
bangunan. Dinding bagian dalam pada galeri luar menampilkan berbagai adegan
berskala besar terutama gambaran bagian-bagian dari epik Hindu
Ramayana dan
Mahabarata. Higham
menyebutnya "susunan linear terbesar yang dikenal sebagai ukiran
batu". Dari barat laut berlawanan arah jarum jam, galeri barat
menampilkan Pertempuran Lanka (dari Ramayana, menampilkan tentang
Rama melawan
Rahwana) dan
Pertempuran Kurukshetra (dari Mahabharata,
memperlihatkan perselisihan antara kelompok
Kurawa dan
Pandawa). Pada
galeri selatan mengikuti satu-satunya gambaran sejarah, sebuah prosesi
Suryawarman II,
terdapat gambaran 32
neraka dan 37
surga dalam mitologi Hindu.
Pada galeri timur terdapat salah satu gambaran adegan paling terkenal
yang disebut
Pengadukan Samudra Susu, memperlihatkan 92
asura dan 88
dewa memakai
ular
Wasuki untuk
mengaduk samudra susu di bawah pengarahan Wisnu (Mannikka hanya menghitung 91
asura, dan menjelaskan nomor asimetris sebagai perwakilan jumlah hari
dari
titik balik matahari musim
dingin sampai
ekuinoks musim semi, dan dari ekuinoks sampai
titik balik matahari musim panas). Diikuti
dengan gambaran Wisnu bertempur melawan
asura (tambahan dari abad ke-16).
Galeri utara menampilkan kemenangan
Kresna melawan
Bana (dimana
menurut Glaize, "Pengerjaannya adalah yang paling buruk") dan
pertempuran antara dewa Hindu dan asura. Bagian barat laut dan barat daya
paviliun kedua menampilkan adegan berskala lebih kecil, beberapa tak
teridentifikasi tapi kebanyakan dari Ramayana atau kehidupan
Kresna.
Angkor Wat didekorasi dengan gambar
apsara dan
dewata; terdapat lebih dari 1.796 gambaran
dewata dalam inventaris penelitian saat ini. Arsitek Angkor Wat membuat
gambar apsara kecil (30–40 cm) sebagai motif dekorasi pilar dan dinding.
Mereka memasukan gambar dewata besar (seluruh lukisan bertubuh utuh berukuran
sekitar 95–110 cm) lebih menonjol di setiap tingkatan candi dari tempat
masuk paviliun sampai bagian atas menara tinggi. Pada tahun 1927, Sappho
Marchal menerbitkan sebuah katalog studi tentang keanekaragaman yang luar biasa
dari tata rambut, hiasan kepala, pakaian, sikap tubuh dan tangan, perhiasan,
dan dekorasi bunga para apsara. Kemudian disimpulkan oleh Marchal, bahwa hal
ini didasarkan pada praktik tata rias dan berbusana sebenarnya dari periode
Angkor.
Angkor
Wat Sekarang
Badan Survei Arkeologi India melakukan kegiatan restorasi
pada candi antara 1986 dan 1992. Upaya konservasi lanjutan dan peningkatan
masif dalam pariwisata pada situs Angkor Wat telah terlihat sejak tahun 1990an.
Candi ini merupakan bagian dari
Situs Warisan Dunia Angkor, didirikan pada tahun
1992, yang telah memberikan sejumlah dana dan telah mendorong pemerintah
Kamboja untuk melindungi situs tersebut.
German Apsara Conservation
Project (GACP)
telah bekerja untuk melindungi
dewata dan relief dasar lainnya yang
menghiasi candi tersebut dari kerusakan.
Survei sebuah organisasi menunjukan bahwa sebanyak 20% dewata berada
dalam kondisi sangat memprihatinkan, umumnya dikarenakan erosi alami dan
kerusakan batu namun sebagian juga karena upaya restorasi
sebelumnya. Pekerjaan lainnya melibatkan perbaikan bagian yang runtuh dari
struktur, dan pencegahan keruntuhan lebuh lanjut: bagian barat di lantai atas
contohnya, telah ditopang oleh penyangga sejak 2002, sementara tim Jepang
menyelesaikan restorasi perpustakaan utara dari bagian luar pada tahun
2005.
Yayasan Monumen Dunia mulai melakukan kegiatan
konservasi di Galeri Pengadukan Lautan Susu pada tahun 2008 setelah beberapa
tahun mempelajari kondisinya. Proyek pemugaran ini meliputi pemulihan sistem
bangunan tradisional Khmer dan membersihkan batu dari rekatan semen dari proyek
pemugaran sebelumnya.
Penggunaan semen sebagai perekat batu pada pemugaran sebelumnya adalah
kesalahan yang telah mengakibatkan garam mineral terbawa air hujan terselip
memasuki struktur dibalik relief. Hal ini menimbulkan perubahan warna dan
kerusakan pada permukaan pahatan. Fase utama kerja berakhir pada tahun 2012,
dan pemasangan komponen terakhir puncak atap galeri dilakukan pada tahun 2013.
Mikroba biofilm ditemukan merusak batu pasir di Angkor Wat,
Preah Khan,
dan
Bayon dan
Prasat Barat di Angkor. Dehidrasi dan radiasi filamen resisten cyanobakteria
dapat memproduksi asam organik yang merusak batu. Sebuah jamur filamen gelap
ditemukan dalam sampel Preah Khan bagian dalam dan luar, sedangkan alga
Trentepohliaditemukan hanya dalam sampel yang
diambil dari bagian luar, serta batu bernoda merah muda di Preah Khan.
Angkor
Wat menjadi tujuan pariwisata utama. Pada tahun 2004 dan 2005, data pemerintah
menunjukan bahwa sekitar 561.000 dan 677.000 wisatawan luar negeri datang ke
provinsi Siem Reap, sekitar 50% dari seluruh wisatawan luar negeri yang
mengunjungi Kamboja di kedua tahun tersebut. Situs tersebut telah dikelola
oleh kelompok swasta
SOKIMEX sejak 1990, yang disewa dari pemerintah Kamboja.
Masuknya wisatawan sejauh ini telah menyebabkan kerusakan yang relatif kecil,
selain beberapa
grafiti; tali dan tangga kayu telah dipakai untuk melindungi
setiap bagian relief dasar dan lantai. Pariwisata juga telah memberikan
sejumlah dana untuk perawatan utama — seperti pada tahun 2000 sekitar 28% dari
penjualan tiket di seluruh situs
Angkor digunakan untuk perawatan candi
— meskipun sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh tim yang disponsori oleh
pemerintah luar negeri ketimbang otoritas Kamboja.
Pertumbuhan pariwisata secara signifikan telah terlihat dampaknya pada
situs Angkor Wat sepanjang tahun. Karena itulah sebuah seminar untuk
mendiskusikan konsep "wisata kebudayaan" digelar oleh
UNESCO dan Komite Koordinasi
Internasional untuk Pemeliharaan dan Pembangunan Situs Bersejarah Angkor, yang
terkait dengan perwakilan dari Pemerintahan Kerajaan dan otoritas
APSARA. Untuk menghindari pariwisata
komersial dan massal, seminar ini menekankan pentingnya penyediaan akomodasi
dan layanan berkualitas tinggi agar pemerintah Kamboja mendapatkan keuntungan
ekonomi, serta memadukannya dengan kekayaan budaya Kamboja. Pada tahun
2001, gagasan ini menyebabkan terbentuknya konsep "Kota Pariwisata
Angkor" yang akan mengembangkan hal-hal yang berkaitan dengan arsitektur
tradisional Khmer, yakni pembangunan fasilitas rekreasi dan pariwisata, dan
menyediakan hotel-hotel mewah yang mampu menampung para wisatawan dalam jumlah
besar.
Prospek pengembangan akomodasi pariwisata besar-besaran sepertinya telah
menimbukan kekhawatiran otoritas APSARA dan ICC, yang mengklaim bahwa
pengembangan pariwisata di daerah tersebut sebelumnya telah mengabaikan
peraturan konstruksi, dan kebanyakan dari proyek-proyek ini berpotensi merusak
fitur lanskap. Selain itu, proyek-proyek berskala besar tersebut telah
mengancam kualitas air di sekitar kota, menimbulkan limbah, dan menyedot sistem
pasokan listrik. Telah tercatat bahwa tingginya frekuensi pariwisata,
meningkatnya permintaan atas penginapan di daerah tersebut, dan pengembangan
jalan besar bebas hambatan, memiliki efek langsung pada kualitas air di bawah
tanah, yang kemudian akan mengganggu stabilitas struktur candi di Angkor
Wat. Penduduk lokal Siem Reap juga menyuarakan keinginan mereka untuk
menciptakan lingkungan alam yang mempesona dan suasana kota yang bersahabat
untuk menunjang pariwisata. Karena suasana lokal yang memesona ini adalah
komponen kunci untuk proyek seperti
Kota Pariwisata Angkor, para pejabat lokal terus membahas bagaimana
menyukseskan pariwisata di masa depan tanpa mengorbankan nilai dan budaya
lokal.
Pada
Forum Pariwisata
ASEAN 2012, Indonesia dan Kamboja
telah bersepakat bahwa
Borobudur dan
Angkor Wat menjadi situs bersaudara dan kedua provinsi tempat candi tersebut
berdiri juga ditetapkan sebagai provinsi bersaudara. Dua maskapai pesawat
Indonesia juga diminta untuk melakukan penerbangan langsung dari
Yogyakarta,
Indonesia ke
Siem Reap.
Sumber
: