Museum Konferensi Asia Afrika
Museum Konferensi Asia
Afrika merupakan salah satu museum yang berada di kota Bandung.
Terletak di Jl.Asia Afrika No.65. Museum ini merupakan memorabilia Konferensi
Asia Afrika. Museum ini memiliki hubungan yang sangat erat dengan Gedung
Merdeka. Secara keseluruhan Gedung Merdeka memiliki dua bangunan utama, yang
pertama disebut Gedung Merdeka sebagai tempat sidang utama, sedangkan yang
berada di samping Gedung Merdeka adalah Museum Konferensi Asia Afrika sebagai
tempat memorabilia Konferensi Asia Afrika. Latar belakang dibangunnya museum
ini adalah adanya keinginan dari para pemimpin bangsa-bangsa di Asia dan Afrika untuk
mengetahui tentang Gedung Merdeka dan sekitarnya tempat Konferensi Asia Afrika
berlangsung. Hal ini membuat Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Prof.
Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M memiliki ide untuk membangun sebuah
museum. Ide tersebut disampaikannya pada forum rapat Panitia Peringatan 25
tahun Konferensi Asia Afrika (1980) yang dihadiri oleh Direktur Jenderal
Kebudayaan Prof. Dr. Haryati Soebadio sebagai wakil dari Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Kemudian museum ini diresmikan pada tanggal 24
April 1980 bertepatan dengan peringatan 25 tahun Konferensi Asia Afrika.
Sejarah
Konferensi Asia Afrika
yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18 sampai dengan 24 April 1955
mencapai kesuksesan besar, baik dalam mempersatukan sikap dan menyusun pedoman
kerja sama di antara bangsa-bangsa Asia Afrika maupun dalam ikut serta membantu
terciptanya ketertiban dan perdamaian dunia. Konferensi ini melahirkan Dasa
Sila Bandung yang kemudian menjadi pedoman bangsa-bangsa terjajah di dunia
dalam perjuangan memperoleh kemerdekaannya dan yang kemudian menjadi
prinsip-prinsip dasar dalam usaha memajukan perdamaian dan kerja sama dunia.
Kesuksesan konferensi ini tidak hanya tampak pada masa itu, tetapi juga
terlihat pada masa sesudahnya, sehingga jiwa dan semangat Konferensi Asia
Afrika menjadi salah satu faktor penting yang menentukan jalannya sejarah
dunia.
Semua itu merupakan
prestasi besar yang dicapai oleh bangsa-bangsa Asia Afrika. Jiwa dan semangat
Konferensi Bandung telah berhasil memperbesar volume kerja sama antar
bangsa-bangsa Asia dan Afrika, sehingga peranan dan pengaruh mereka dalam
hubungan percaturan internasional meningkat dan disegani.
Dalam rangka membina
dan melestarikan hal tersebut, adalah penting dan tepat jika Konferensi Asia
Afrika beserta peristiwa, masalah, dan pengaruh yang mengitarinya diabadikan
dalam sebuah museum di tempat konferensi itu berlangsung, yaitu di Gedung
Merdeka di Kota Bandung, kota yang dipandang sebagai ibu kota dan sumber
inspirasi bagi bangsa-bangsa Asia Afrika. Sebagai Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, S.H., LL.M., sering bertemu muka dan
berdialog dengan para pemimpin negara dan bangsa Asia Afrika. Dalam
kesempatan-kesempatan tersebut dia sering mendapat pertanyaan dari mereka
tentang Gedung Merdeka dan Kota Bandung tempat diselenggarakannya Konferensi
Asia Afrika. Berulang kali pembicaraan tersebut diakhiri oleh pernyataan
keinginan mereka untuk dapat mengunjungi Kota Bandung dan Gedung Merdeka.
Terilhami oleh hal
tersebut serta kehendak untuk mengabadikan Konferensi Asia Afrika, maka
lahirlah gagasan dia untuk mendirikan Museum Konperensi Asia Afrika di Gedung
Merdeka ini. Gagasan tersebut dilontarkan dalam forum rapat Panitia Peringatan
25 tahun Konferensi Asia Afrika (1980) yang dihadiri antara lain Direktur
Jenderal Kebudayaan Prof. Dr. Haryati Soebadio sebagai wakil dari Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan. Ternyata gagasan itu mendapat sambutan baik, termasuk dari
Presiden RI Soeharto. Gagasan pendirian Museum Konperensi Asia Afrika
diwujudkan oleh Joop Ave sebagai Ketua Harian Panitia Peringatan 25 Tahun
Konferensi Asia Afrika dan Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Departemen
Luar Negeri, bekerja sama dengan Departemen Penerangan, Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Pemerintah daerah Tingkat I Propinsi Jawa Barat, dan
Universitas Padjadjaran. Perencanaan dan pelaksanaan teknisnya dikerjakan oleh
PT. Decenta, Bandung. Museum Konperensi Asia Afrika diresmikan berdirinya oleh
Presiden RI Soeharto pada tanggal 24 April 1980 sebagai puncak peringatan 25
tahun Konferensi Asia Afrika.
Penataan Kembali Museum
Konferensi Asia Afrika
Dalam rangka Konferensi
Tingkat Tinggi Asia Afrika 2005 dan peringatan 50 tahun Konferensi Asia Afrika
1955, pada 22-24 April 2005, tata pameran Museum Konferensi Asia Afrika
direnovasi atas prakarsa Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Dr. N. Hassan
Wirajuda.
Penataan kembali museum
tersebut dilaksanakan atas kerja sama Departemen Luar NEgeri dengan sekretariat
Negara dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Perencanaan dan pelaksanaan
teknisnya dikerjakan oleh Vasco Design dan Wika Realty.
Desain konservasi dari sebuah sayembara.
New Museum diangkat
sebagai tema yang menumbuhkan semangat baru untuk menjadikan museum sebagai
salah satu fasilitas publik yang terbuka bagi masyarakat dari beragam kalangan.
Museum
selayaknya tidak hanya
berfungsi sebagai tempat menyimpan benda-benda bersejarah namun juga harus
menjadi tempat yang menarik, aksesibel untuk seluruh ragam komunitas dan
menjadi tempat alternatif berkumpulnya masyarakat dalam upaya meningkatkan
potensi kotanya secara berkelanjutan.
Membangun kembali ruh
kompleks MKAA (Museum Konperensi Asia Afrika) tidak dapat terlepas dari upaya
mengenang spirit kebangkitan yang lekat dengan peristiwa KAA itu sendiri.
Peristiwa KAA bukan sekedar peristiwa berskala Kota Bandung, namun peristiwa
yang mengharumkan nama Indonesia sebagai sebuah negara yang berpengaruh secara
internasional terutama di dalam membangun kekuatan poros baru yang
menggabungkan kekuatan Asia dan Afrika pada masanya. Membangkitkan kembali
kawasan museum KAA menuntut kita berpijak pada sejarah gemilang tersebut untuk
diwariskan dan terus terjaga hingga ke generasi mendatang.
Tujuan dari perancangan kompleks kawasan
ini adalah :
1. Tersusunnya konsep perencanaan dan perancangan
kompleks MKAA yang tanggap terhadap ‘konteks sejarah (heritage-context)’.
2. Tersusunnya program aktifitas bagi kegiatan
revitalisasi bangunan-bangunan penting dalam kawasan sesuai prinsip perancangan
dalam kawasan cagar budaya. sedangkan Sasaran dari perencanaan antara lain :
1. Rumusan masalah-masalah spesifik dalam tapak
seperti polusi, intensitas kegiatan masyarakat, kepadatan lalu lintas, bantaran
air sungai (Cikapundung), dan permasalahan lainnya.
2. Rumusan konsep pengembangan Kompleks MKAA/ Gedung
Merdeka dan sekitarnya
3. Rancangan lingkungan yang memperhatikan tautan
(linkages), koridor, ruang antar bangunan, dan atau ruang publik pada kawasan
secara komprehensif
Pada dasarnya blok MKAA yang dilalui sungai
cikapundung memiliki potensi dalam menyediakan waterfront dan promenade bagi
kawasan , ditambah dengan konteks historis di dalamnya serta bangunan-bangunan
bersejarahnya,maka pengembangan museum yang lebih luas dan dinamis dapat
dimaksimalkan.
Konsep oase menjadi pilihan di saat kawasan
kekurangan ruang terbuka hijau dan ruang publik yang memadai. Alun alun di sisi
selatan kompleks MKAA yang dahulu merupakan ruang terbuka publik beralih fungsi
menjadi halaman masjid dan ruang parkir. Kerinduan akan suasana kota Bandung yang
sejuk dan rindang menjadi salah satu inspirasi pengembangan museum yang baru.
Ketimbang membuat sebuah massa baru yang kontras dengan bangunan lama,desain
museum baru dibuat menyerupai taman,dengan sekuen-sekuen yang terjaga.
Museum baru dibuat menyatu dengan lingkungan
sekitar, multi entry, berinteraksi dengan masyarakat,sungai, jalur-jalur
pedestrian, taman, dan memberi sekuen pengalaman diantara bangunan lama,
bangunan baru, dan alam. Ia akan lebih terbuka, melebur dalam kehidupan kota
sehari hari.
MASSA BANGUNAN
Beberapa massa bangunan eksisting dirobohkan untuk
mendapatkan skyline kawasan yang terjaga dan persentase ruang terbuka yang
lebih banyak. Massa-massa baru dibuat terpecah sesuai dengan kapling kapling
eksisting sehingga proses pentahapan pembangunan lebih mudah. Ketinggian
dibatasi hingga 3 lantai sehingga bangunan-bangunan sekitar masih dapat
terlihat dari arah taman.Jarak antar massa
disesuaikan untuk mendapatkan skala yang beragam. Sedangkan untuk daerah sungai
tidak dibangun massa baru untuk memaksimalkan unsur alami di blok tersebut.
Area sungai kemudian dihubungkan dengan area museum melalui sebuah taman
terbuka yang sekaligus menjadi simpul kawasan serta, di sini pengunjung dapat
memilih aktifitas dan tujuan sesuai keingunan.
Penataan area sungai dilakukan dengan membuat
fasilitas pengolahan sampah yang dioperasikan bersama masyarakat setempat.Di
tepian sungai ditanam pohon-pohon peneduh untuk kenyamanan pejalan kaki dan
mengembalikan ekosistem sungai. Area promenade menjadi ruang multifngsi sebagai
bagian dari ekstensi museum.
SIRKULASI
Tidak ada akses jalan
yang ditutup pada sirkulasi baru .Sirkulasi pejalan kaki diperbanyak dengan
jalur-jalur baru dalam blok museum,jembatan penghubung,basemen,dan menerus
menuju museum. Akses masuk museum di area taman terhubung dengan akses basemen.
Blok dibuat lebih permeabel dengan menambah beberapa pintu masuk. Di setiap
tepi massa terdapat selasar di dalam dan luar blok sehingga aktifitas window
shopping dapat terjadi di kedua sisi bangunan.
Sirkulasi kendaraan
menuju parkir basemen diletakkan pada jalan Braga selatan,dengan memanfaatkan
perbedaan kontur yang miring ke arah sungai ,maka pembuatan basemen dapat lebih
mudah. Basemen dibuat pada sebagian lahan sehingga masih menyisakan area
resapan dan pohon pohon yang besar. Keberadaan ruang bawah tanah eksisting
dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai alternatif galeri dan sirkulasi
pengunjung. Sebuah sunken gallery berbentuk lingkaran diletakkan di tengah
taman,memberi komunikasi visual pada pengunjung diatas taman . Sirkulasi baru
dibuat untuk menghubungkan fungsifungsi penunjang museum dan memberikan pilihan
tujuan yang beragam pada pengunjung.
SUMBER :
http://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Konferensi_Asia_Afrika
http://jongarsitek.com/2010/07/27/labo-pemenang-1-sayembara-penataan-museum-konferensi-asia-afrika-bandung/